mimbarumum.co.id – Buku Sajak Ulat Bulu karya Suyadi San resmi diluncurkan pada minggu (27/12/20) di Sanggar Generasi, Medan Amplas, bersamaan dengan acara Omong-Omong Sastra.
Buku yang berisi 421 buah puisi tersebut mendapat ulasan tuntas dari Dr. Rosliani, S.S., M.Hum. Ia tidak luput mengapresiasi karya sastra itu.
“Saya hanya mengapresiasi, karena saya menghargai setiap karya yang dilahirkan sastrawan,terutama Suyadi San,” ujarnya.
Acara omong-omong sastra sekaligus peluncuran Buku Sajak Ulat Bulu itu dihadiri Plt. Wali Kota Medan, Ir. Akhyar Nasution, MSi., Kadis Pendidikan, Camat Medan Amplas dan Lurah Harjosari I.
Hadir juga Dr. Shafwan Hady Umry, M.Hum selaku penggagas Omong Sastra, sejumlah sastrawan Sumut diantaranya YS Rat, Porman Wilson Manalu, Siamir Marulafau, Dimar, Tsi Taura, Pimen D Arjuna, Malubi serta sastrawan muda dari Sanggar Generasi dan Fokal UMSU.
Baca Juga :Â Omong-Omong Sastra Digelar
Pemimpin Perusahaan Koran Mimbar Umum yang juga Pemimpin Redaksi Mimbar Umum Online (www.mimbarumum.co.id) Ngatirin juga hadir sekaligus menutup acara tersebut.
Rosliani menyebutkan bahwa penyair (Suyadi San) sebagai penulis sejarah yang baik, sesuai profesinya sebagai peneliti dan jurnalis.
“Dalam buku ini, tertulis sejarah selama 31 tahun peristiwa kehidupan yang dituangkan
dalam kata-kata sang penyair,” ucapnya.
Rosliani juga mengapresiasi tentang penyair yang menuliskan tempat, tahun, bahkan pukul
berapa puisi tersebut ditulis.
“Ini merupakan keunggulan pada puisi ini yang merekam jejak sejarah kehidupan yang ditulis sang penyair,” katanya lagi.
Mengapa Ulat Bulu?
Rosliani menganggap sastra Indonesia tidak terlepas dari penggunaan hewan atau binatang sebagai simbol yang digunakan oleh penyair untuk mencurahkan pemikirannya.
“Seperti legenda atau cerita rakyat, pasti menggunakan simbol-simbol hewan. Mengapa
demikian? Karena pada dasarnya di tubuh manusia terdapat sifat hewan,” katanya.
Rosliani mengungkapkan di kata pengantar penyair sudah disebutkan seperti apa sifat ulat
bulu dan mengapa mengambil ulat bulu.
“Artinya, ulat bulu adalah simbol saja. Entah itu yang dimaksud orang, lembaga, komunitas, atau apa saja yang sifatnya sama atau mirip dengan ulat bulu,” ungkapnya.
Rosliani juga mengatakan sastra itu adalah anak kandung yang terlepas dan biarkan ia hidup dan dimaknai. “Seribu membaca, seribu penafsiran,” tegasnya.
Reporter : zaim dzaky
Editor : Masrin