Diplomasi Lunak Cukupkah Membela Uighur ?

Berita Terkait

Untuk itu kondisi muslim Uighur membutuhkan solusi sistemik. Bagaimana Islam Menyelesaikan penyiksaan muslim uighur. Butuh Pemimpin muslim yang berani. Potret pemimpin muslim yang berani membebaskan dan menyelamatkan Ummat pernah hadir di Masa Kekhalifahan Islam.

Oleh : Putri Irfani S, S.Pd

Penindasan, penangkapan, penculikan, pelanggaran HAM dan berbagai kedzaliman terhadap etnis Uighur yang dilakukan oleh tirani Cina bukanlah isapan jempol belaka. Pemberitaan-pemberitaan itu faktual dan sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak internasional bahwa Cina Komunis tengah membersihkan negerinya dari agama Islam. Siapapun yang memeluk Islam bagi tirani Cina “nomercy”. Tak pandang bulu, anak-anak, orang dewasa, lansia, laki-laki dan wanita semuanya dibersihkan dari hal yang berbau Islam. Mulai dari mencuci otak hingga dibabat habis.

Padahal, Selama 1.400 tahun Uighur, Xinjiang, menjadi negeri muslim, walaupun pernah dikuasai Mongol pada abad 13 M. Namun, komunis berbalik dan menghabisi semua simbol Islam, semua sejarah Islam di China sudah banyak yang dihapus, penderitaan ini pun dirasakan muslim Uighur sampai sekarang.

Banyaknya persekusi-persekusi yang dilakukan oleh China terhadap muslim Uighur, seperti melarang penggunaan nama Islam untuk bayi-bayi yang baru lahir, dan pemilik nama berbau Arab/Islam diancam tidak mendapat pekerjaan, menyita Al-Qur’an, sejadah, dan atribut-atribut yang menyimbolkan Islam. Melarang anak-anak mengikuti pelajaran agama Islam dan belajar Al-Qur’an, dan Ustadz-ustadz yang mengajarkan Al-Qur’an ditangkap. Kuil Imam Asim yang merupakan tempat ziarah penting bagi warga Uighur, dan Masjid Kargilik, salah satu masjid terbesar di daerah itu, termasuk di antara bangunan yang dihancurkan. Masjid Yutian Aitika dekat Hotan, sebuah masjid besar yang berasal dari tahun 1200 di mana penduduk setempat berkumpul untuk liburan keagamaan, juga dihancurkan.

China menyangkal seluruh laporan dan mengabaikan tekanan dengan mengklaim catatan penerapan HAM mereka baik-baik saja. Pemerintah China menolak tudingan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Muslim Uighur di Wilayah Otonomi Xinjiang, dengan memaksa mereka masuk ke kamp khusus. Mereka malah menganggap etnis Uighur bukan orang normal dan mencoba ‘mendidiknya’.

Sementara itu di Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan pernyataannya soal diplomasi lunak Indonesia terkait masalah muslim Uighur di Xinjiang, China. Diplomasi lunak yang dimaksud Mahfud adalah pemerintah tidak ikut campur secara langsung dalam masalah muslim Uighur di Xinjiang. “Saya bilang juga ndak ikut campur (masalah muslim Uighur), tapi kita diplomasi lunak, diplomasi lunak itu artinya bicara, tidak langsung ikut campur,” kata Mahfud di Kediaman Menkominfo Jalan Bango I, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (25/12/2019).

Sebenarnya untuk mengatasi muslim uighur ini tidak bisa dengan diplomasi lunak. Karena kita harus sadar, bahwa ini bukanlah perkara mudah, ini menyangkut “nyawa” kaum Muslimin. Bahkan, telah lama penindasan ini terjadi dan yang menjadi objek penindasan adalah kaum muslimin. kecaman yang dilakukan para penguasa dan hukum internasional seolah tak mempan menolong nasib kaum muslimin di Uighur.

Nasionalisme yang di agung-agungkan tidak mampu menyelamatkan Muslim Uighur.
Mereka menganggap bahwa ini bukan urusan Ummat islam tapi urusan penguasa antar negara. Maka Nasionalisme sungguh semu.

Untuk itu kondisi muslim Uighur membutuhkan solusi sistemik. Bagaimana Islam Menyelesaikan penyiksaan muslim uighur. Butuh Pemimpin muslim yang berani. Potret pemimpin muslim yang berani membebaskan dan menyelamatkan Ummat pernah hadir di Masa Kekhalifahan Islam. Khalifah Umar Al Faruq. Tidak pernah ada yang sanggup menandingi dalam hal kekuatan pribadinya dan kesempurnaan keadilannya. Keberhasilannya membebaskan daerah Syam begitu pula Mesir dan Persia. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, kekuasaan Islam telah mencapai penjuru Timur dan Barat. Negeri Maroki dapat dibebaskan hingga ke Perbatasan China.

Kemudian butuh Militer yang kuat dan tangguh. Yang dilandasi keimanan sebagaimana mereka berpegang teguh pada Allah Swt senantiasa membela, menyertai dan menyelamatkan orang-orang mukmin.

Firman Allah Swt. “Demikiannlah, menjadi kewajiban atas Kami untuk menyelamatkan orang-orang mukmin. (TQS Yunus : 103).

Militer yang kuat ditopang oleh seperangkat sistem kaffah. Hanya dalam kepemimpinan islam. penerapan sistem Islam akan mengemban sistem Ekonomi, pendidikan islam untuk kemaslahatan seluruh ummat islam termaksud dalam membebaskan ummat islam, Industri yang mampu mensuplai segala kebutuhan dakwah dan jihad.

Utamanya Sistem politik bervisi menyebarluaskan risalah Islam dengan dakwah dan jihad serta menerapkan seluruh aturan Allah. Bukan untuk menyiksa apalagi mengambil keuntungan materi dengan menjajah negeri-negeri kaum muslimin.

Hal ini pernah terjadi ketika masa Khalifah Utsman bin Affan, beliau mengutus Sa’ad bin Abi Waqash untuk menjalim hubungan dengan negara Cina dengan misi mendakwahkan Islam serta diterima dengan baik oleh Kaisah Gaozong yang memimpin dinasti Tang, ketika itu Cina mencapai kejayaan peradaban sehingga sangat mudah menerima Islam. Islam terus berkembang Hingga islam mencapai puncak kejaayaan di masa Dinasti Ming. Kalangan Muslim memberikan sumbangsih yang besar terhadap kemajuan dimasa tersebut.

Sudah selayaknya Kerinduan akan kepemimpinan Islam yakni khilafah semakin kokoh diperjuangkan dan dinanti ummat Islam. Khilafahlah yang mampu mengakhiri penderitaan umat Islam di seluruh dunia. Karena tugas seorang Imam atau khalifah itu harus bisa memberikan rasa aman atas urusan dunia dan agamanya (atas penyimpangan) akibat dari serangan musuh-musuh Islam baik itu dari kalangan kafir ataupun dari kalangan orang-orang munafik.[]

 

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -

Berita Pilihan

Kejujuran: Nilai Langka di Tengah Bising Dunia

Oleh: Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Universitas Bung Hatta_ Dalam kehidupan sosial kita hari ini—di kantor, institusi, ruang publik, hingga media...