mimbarumum.co.id – Pengurus Besar Perkumpulan Advokat Sumatera Utara (PB PASU) dan Ethics of Care menggelar acara bedah buku Pengawasan Hakim dan Penegakan Kode Etik di Komisi Yudisial di Hotel Madani Medan, Selasa (22/11/2022).
Narasumber bedah buku, Farid Wajdi sebagai penulis buku, kemudian Dani Sintara selaku akademisi hukum dari Universitas Muslim Nusantara dan Jurnalis Senior Rizal R. Surya, berlatar belakang dan menggeluti dunia penegakan hukum.
Eka Putra Z Ketua Umum PB PASU saat memberi kata sambutan di awal acara mengatakan, bedah buku membuka seluk-beluk pengawasan hakim serta persidangan etik di Komisi Yudisial.
Kegiatan bedah buku itu diharapkan dapat menjawab kebutuhan para pencari keadilan tentang tugas dan wewenang Komisi Yudisial dalam menjaga harkat dan martabat hakim melalui pengawasan perilaku.
Farid Wajdi Founder Ethics of Care menambahkan buku Pengawasan Hakim dan Penegakan Kode Etik di Komisi Yudisial ini ditulis untuk mengisi ruang kosong, sebab selama ini belum dijelaskan buku lain berkaitan dengan isu teknis atau dapur Komisi Yudisial.
Farid mengatakan, substansi buku tersebut mencerminkan pandangan pribadi para penulis dan merupakan tulisan ilmiah untuk kepentingan literasi akademik, bukan merupakan sikap resmi lembaga.
Buku mengupas secara mendalam tentang sidang etik, dia mengatakan bahwa sidang etik bersifat inkuisitorial khas profesi, yakni ketua dan anggota KY bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa terdapat badan atau perorangan yang bertindak sebagai penuntut.
Persidangan etik secara formil tidak menggunakan sistem pembuktian seperti di dalam hukum acara pidana atau perdata, tetapi tetap berupaya melakukan pembuktian yang mendekati pembuktian di persidangan hukum.
Bedah buku itu pun diharapkan bermanfaat untuk pembaca yang ingin mengetahui pembuktian untuk menyelesaikan pelanggaran kode etik hakim dan memahami Komisi Yudisial lebih dekat.
“Ada begitu banyak persoalan yang melingkupi dunia peradilan sehingga harapan keadilan masih hanya sebatas lisan. Mungkin juga ada suatu saat keadilan muncul dalam putusan hakim, namun dalam banyak putusan keadilan justru dikesampingkan. Peradilan yang dihormati dan dipercaya publik itu masih sangat jauh dari harapan,” katanya.
Banyak hal yang masih harus dilakukan agar kondisi peradilan yang tidak dihormati dan tidak dipercaya publik dewasa ini dapat dihilangkan.
Jika merujuk pada data yang dikeluarkan KPK jumlah hakim yang melakukan tindak pidana korupsi (2010-Juli 2022) di lingkungan MA dan lembaga peradilan yang di bawahnya adalah sebanyak 23 orang belum termasuk Hakim Agung SD dan GZ dan hakim yustisial di MA.
“Ada apa dengan pengawasan hakim? Sebagai respons keluhan publik karena begitu banyak laporan yang masuk di KY tetapi putusannya seringkali dinyatakan tidak terbukti atau tidak cukup bukti,” kata dia.
Dikatakannya, mengisi ruang kosong yang selama ini mungkin belum atau bahkan tidak dijelaskan dalam buku-buku yang lain, buku ini menjelaskan tata cara penanganan laporan di KY sejak diterima hingga diputus dalam bentuk usulan dalam sidang pleno serta metode pembuktian dalam persidangan etik di KY.
Akademisi dari Universitas Muslim Nusantara Dani Sintara sebagai panelis dalam bedah buku tersebut menegaskan bahwa penulis buku ini mencoba mencurahkan isi hatinya terkait lemahnya pengawasan terhadap kinerja para hakim yang bersidang menangani perkara di pengadilan.
Menurutnya, jika tidak ada pengawasan terhadap kinerja hakim di pengadilan oleh lembaga yang bernama Komisi Yudisial, maka dikhawatirkan potensi terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan dalam penanganan perkara.
Rizal R Surya menilai kehadiran Komisi Yudisial (KY) mulai dari amendemen UUD 1945 hingga lahirnya UU No. 18/2004 dan diubah menjadi UU No. 18/2011) diharapkan menjadi solusi terhadap permasalahan yang terjadi di dunia peradilan.
“Permasalahan di dunia peradilan kita sangat kompleks sekali. Kehadiran Komisi Yudisial (KY) mulai dari amendemen UUD 1945 hingga lahirnya UU No. 18/2004 dan diubah menjadi UU No.18/2011) diharapkan menjadi solusi terhadap permasalahan yang terjadi di dunia peradilan kita,” kata Rizal.
Permasalahan, katanya, di dunia peradilan kita sangat kompleks sekali. Harus diakui sudah ada perubahan yang sangat signifikan terutama jika dibandingkan dengan sebelum era reformasi. Namun perubahan yang terjadi masih jauh dari harapan.
“Perubahan hanya terjadi di sisi administratif belaka, namun esensi dari peradilan itu sendiri belum berubah,” paparnya.
Reporter : Jafar Sidik