mimbarumum.co.id – Bocah laki-laki itu terus berjalan menyusuri jalan raya yang ada di kawasan Kecamatan Padangsidempuan Utara, Kota Padangsidempuan, Provinsi Sumatera Utara. Tangan mungilnya menenteng beberapa bungkus plastik kerupuk.
Sinar matahari yang tak bersahabat pada Rabu (18/9/19) itu membuat kulit yang menutupi tubuh kecil itu semakin terlihat melegam. Sementara kening dan pelipis bocah bernama Atiransyah Samosir terlihat penuh dengan bulir keringat. Sesekali ia menyeka keringatnya agar tak jatuh menetes ke kemasan dagangannya itu.
Atiransyah terus saja melangkah bersama ibunya Hotmi Khairani Nasution (46) yang juga menjinjing bungkusan kerupuk, namun dalam jumlah yang lebih banyak. Sesekali mereka terhenti untuk melayani orang yang berminat membeli dagangannya. Begitu juga ketika langkah kaki mulai gontai dan tumit kaki terasa pegal, mereka menepi untuk sekadar beristirahat sejenak lalu berjalan lagi.
Aktifitas tersebut setiap hari dilakoni bocah itu. Setidaknya ia sudah ikut berjualan bersama ibunya selama 7 (tujuh) bulan belakangan.
Baca juga : Adi Sangat Lapar Ketika Dibuang
Sebelumnya, Atiransyah lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah dan bermain bersama teman-teman sebayanya. Namun karena tak mampu membayar uang sekolah, siswa SD kelas IV itu “tercampak” dari bangku sekolah.
Anak penarik becak itu tidak mendapatkan perlakuan khusus dari pihak sekolah, khususnya dalam hal pemenuhan biaya pendidikan. Meskipun keluarga mereka termasuk keluarga miskin yang memang layak mendapatkan bantuan.
Sebenarnya, Hotmi sudah pernah memohon ke pihak sekolah agar mendapatkan kelonggaran untuk membayar biaya pendidikan tersebut, namun pihak sekolah tak bersedia memberikannya. Bahkan warga Kampung Teleng Kecamatan Padangsidempuan Utara itu pernah mengadu kepada Kepala Lingkungan (Kepling) setempat agar anaknya bisa mendapatkan bantuan dana BOS sehingga keinginan dapat terus mengecam pendidikan bisa diperoleh.
“Kepling tidak banyak merespon. Dia cuma mengatakan sudah masuk nama anak ibu (untuk memperoleh bantuan), tapi tunggu masuk kelas 3 atau 4,” ucap Hotmi menirukan pernyataan Kepling tempat ia berdomisili.
Bermodal pernyataan Kepling itu, Hotmi bergegas menjumpai pihak sekolah tempat anaknya menimba ilmu. Tetapi sangat disayangkan, pihak sekolah tetap saja tak memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi Atiransyah Samosir untuk tetap bisa duduk di bangku sekolah. Maka dengan terpaksa, bocah itu pun putus sekolah sejak bulan Maret 2019 lalu.
Mengisi waktunya itulah, sang ibu mengajak anak laki-lakinya memabantunya menjajakan jajanan kerupuk berharga Rp5.000-Rp10.000 perbungkus itu.
Atiransyah tak berkecil hati meski putus sekolah lalu menjadi pedagang kerupuk. Dia tetap bersemangat bahkan tetap ceria, dibalik kelelahannya selama seharian membantu sang ibu berjualan.
“Kerupuk…kerupuk..kerupuk…,” teriak anak itu dengan suara keras berharap orang di sekitar mendengar teriakannya dan segera membeli kerupuk itu darinya. (zal)