SPRT SUMUT Desak Sahkan RUU PPRT

Berita Terkait

mimbarumum.co.id – Satu dekade lebih sudah terlewat sejak peringatan pertama Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day (IWD)). Yaitu berawal pada 1908, ketika 15,000 perempuan aksi protes dengan turun ke jalan memperjuangkan haknya.

Akan tetapi, sampai sekarang kaum perempuan masih kerap dipandang sebagai warga kelas dua. Perempuan kerap kali mendapatkan diskriminasi, kekerasan, penindasan, dan ketidakadilan di ranah sosial, tak terkecuali di dunia kerja dan pendidikan.

IWD diperingati untuk merefleksikan pencapaian perempuan dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, politik dan sebagainya. Terlebih, untuk memperjuangkan hak atas kesetaraan, kesempatan, keadilan bagi perempuan dalam berbagai sektor.

Apalagi belakangan ini terlihat perjuangan perempuan banyak sekali mendapatkan hambatan dan tantangan. Bahkan perempuan juga masih mendapatkan bentuk perilaku ketidakadilan dalam berbagai sektor.

- Advertisement -

Sudah banyak usaha yang dilakukan, RUU PPRT sudah mengalami berbagai proses kajian, studi banding, berbagai proses dialog, revisi dan pembahasan dan pada Selasa, 21 Maret 2023 RUU PPRT telah dinyatakan sebagai RUU inisiatif DPR. Bahkan Presiden Joko Widodo mengatakan RUU tersebut di prioritaskan tahun 2023.

“Kami menyesalkan, merasa prihatin atas proses RUU PPRT yang mendesak untuk disahkan namun DPR terus menunda dan menunda, memposisikan 4 sd 5 juta PRT mayoritas Perempuan, warga miskin dan penopang perekonomian nasional sebagai warga yang terus menerus ditinggalkan, dipinggirkan dan “dianggap wajar mengalami kekerasan-perbudakan”. 1 hari Penundaaan pengesahan RUU PPRT sama dengan membiarkan puluhan PRT korban berjatuhan dan hidup dalam kemiskinan yang berkelanjutan,” ucap perwakilan SPRT Sumut Hidayat dalam orasinya di depan Kantor Pos Medan, Jumat (8/3/2024).

Dari data JALA PRT, 2023, bahwa 2641 kasus, 79% mereka tidak bisa menyampaikan situasi kekerasan karena akses komunikasi yang ditutup hingga mulai meningkat intensitas kekerasan dan berujung pada situasi korban yang fatal.

“Apakah hal ini tidak dianggap krisis? Apakah 1 korban tidak penting bagi DPR. Sementara prinsip kekerasan adalah nir kekerasan. Apakah karena PRT maka kasus kekerasan dianggap wajar? Apabila hal demikian sikap DPR, maka kami semua TIDAK AKAN DIAM membiarkan DPR terus mendiskriminasi, membiarkan kekerasan dan perbudakan terjadi pada PRT di tanah air sendiri,” tandasnya.

Reporter : Siti Amelia

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -

Berita Pilihan

GRIB Jaya Kota Medan Gelar Halal Bihalal di Kediaman Pembina Ferdy Sembiring

mimbarumum.co.id - Suasana hangat dan penuh keakraban menyelimuti acara Halal Bihalal yang digelar di kediaman Pembina Dewan Pimpinan Cabang...