Cross Culture’ Jadi Tema Medan Film Festival 2023

Berita Terkait

mimbarumum.co.id -Sebagai upaya menjadikan Medan sebagai kota film di Indonesia, sejumlah sineas dan masyarakat film di Medan, menggelar Medan Film Festival (MFF) 2023. MFF 2023 akan berlangsung di Taman Budaya Medan, Jalan Perintis Kemerdekaan No 33 Medan, selama 2 hari, Sabtu-Minggu (26-27/11/2023).

Perhelatan yang didukung oleh Pemerintah Kota (Pemko), Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru, Kemendikbudristek, RI, Badan Perfilman Indonesia (BPI), akan diisi dengan pemutaran film, baik karya sineas Medan maupun dari luar Medan serta mancanegara. Sejumlah aktor/artis dari Jakarta juga dijadwalkan akan menghadiri festival ini, ada; Atiqah Hasiholan, Teuku Rifnu Wikana, Prisia Nasution, Iedil Dzuhrie Alaudin, juga ada aktor Malaysia Chew Kin Wah dan Fabian Loo dari film Rain Town dan produser Andy S dari film horor Malaysia berbahasa Tamil, Poochandi.

Menariknya, MFF 2023 ini akan mengangkat tema Cross Culture. Tema ini dipilih sebagai ruang kerja kreatif, dimana dalam proses pembuatan film terutama yang bernuansa etnis, tidak harus dilakukan oleh kelompok masyarakat dari etnis tersebut, kata Andi Hutagalung sebagai Festival Director MFF 2023, Jumat (24/11/2023).

“Sebagai media kreatif, film terbuka bagi siapa saja yang ingin menggarap suatu tema tertentu. Artinya film Melayu tidak harus digarap oleh orang Melayu. Orang Batak boleh saja menggarap film etnis Jawa. Justru di sanalah cross culture terjadi. Proses pembuatan film, memberikan ruang dan kesempatan bagi seseorang untuk menggali dan memahami budaya orang lain,” kata Festival Programmer MFF 2023 dr Daniel Irawan, Jumat (24/11/2023)

Karena tema ini, jelas Daniel, pihaknya memilih film “Rain Town” sebagai film pembuka. “Rain Town” adalah film Malaysia berbahasa Cina pertama yang disutradarai Tunku Mona Riza, sutradara perempuan Melayu.

Sedangkan di penutup akan diputar film “Qodrat”. “Qodrat” adalah film horor Indonesia bernafas Islami box office tahun lalu. Film ini dikerjakan sineas-sineas multietnis bersama sutradara Charles Gozali.

Sebagai kota multietnis, menurut Daniel, potensi industri film di Medan sangat besar sekali. Hal itu pun sudah dibuktikan dimana pada periode tahun 1953-1983 Medan pernah menjadi kiblat industri film di tanah air. Pada masa itu, ada belasan film yang diproduksi di Medan dan beberapa di antaranya melibatkan aktor/aktris nasional.

Daniel merinci, di masa itu, sejumlah film produksi Medan berhasil mendapat penghargaan, antara lain “Turang” yang meraih penghargaan di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 1960. Film ini meraih kategori film terbaik, sutradara terbaik, pemeran pembantu pria terbaik dan tata artistik terbaik.

Film “Butet” (Parah Tumbuh Hilang Berganti) produksi 1974, juga meraih penghargaan FFI pada 1975. Di tahun yang sama Medan juga terpilih menjadi tuan rumah penyelenggaraan FFI.

“Kekayaan etnis yang ada di Medan tentu memberikan sumbangan positif bagi proses kreatif para sineasnya. Hal itu yang tidak dimiliki kota-kota lain. Semangat inilah yang coba diangkat kembali lewat festival ini,” kata Daniel.

Dijelaskan Andi Hutagalung, karena kekayaan etnis yang dimilikinya itu, sebuah film garapan Medan, nantinya tidak hanya berkaitan dengan industri, tetapi juga bernilai edukasi. Karenanya iklim perfilman di Medan harus terus diperkuat dengan berkolaborasi dengan berbagai elemen.

“Masyarakat film di Medan berharap, festival ini dapat terus dilakukan dengan peningkatan-peningkatan dan waktu yang lebih lama. Sehingga sejarah yang pernah ditorehkan di masa lalu, bisa terulang dan target menjadikan Medan sebagai kota film Indonesia bisa terwujud,” tandasnya.

Reporter: Rizanul Arifin

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -

Berita Pilihan

Hari Puisi Nasional Dirayakan Berbagai Komunitas dan Kampus

mimbarumum.co.id -- Perayaan Hari Puisi Nasional 2025 dimulai dengan berbagai kegiatan yang tersebar di sejumlah komunitas dan kampus di...