Medan, (Mimbar) – Sejumlah anggota legislatif di Kota Medan “meradang” atas keberadaan sebuah lembaga pendidikan keselamatan berkendara Medan Safety Driving Center (MSDC) yang dinilai sangat membebani warga, khususnya para pemohon surat ijin mengemudi (SIM).
Pasalnya, pihak kepolisian khususnya satuan lalulintas di daerah ini mewajibkan para pemohon SIM untuk melampirkan sertifikat pernah mengikuti pendidikan keselamatan berkendara. Ironisnya, dari sejumlah perusahaan kursus mengemudi yang ada di Medan, hanya MSDC yang mendapat kewenangan untuk mengeluarkan sertifikat tersebut. Sementara untuk mendapatkan selembar kertas itu, pemohon SIM harus mengeluarkan “kocek” sebanyak Rp420 ribu.
Menyikapi keluhan warga kota itu, kalangan DPRD Medan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan manajemen MSDC di ruang Komisi A DPRD Medan, Jalan Imam Bonjol Medan, Selasa (13/9). Hasilnya mengejutkan, ternyata dinilai banyak kejanggalan bahkan perusahaan itu tidak mampu menunjukkan bukti-bukti pendukung legalitas usahanya.
Terungkapnya, kejanggalan izin MSDC yang berlokasi di Jalan Bilal Ujung Medan itu, saat komisi A mempertanyakan surat-surat pendukung dari Lembaga Pendidikan Kepolisian (Lemdikpol) dan akte pendirian perusahaan hingga bukti pembayaran asuransi dari para pemohon sertifikat.
“Artinya, MSDC sejauh ini belum mampu menunjukkan legalitas berupa segala perizinan atas keberadaannya. Mereka hanya punya izin kursus, sama seperti tempat latihan mengemudi lainnya, ” kata Ketua Komisi A DPRD Medan, Roby Barus kepada wartawan di Medan.
RDP itu juga dihadiri Wakil Ketua DPRD Medan, Andi Lumban Gaol (PKPI), Sekretaris Hamidah (PPP), Mulia Asri Rambe (Golkar), Zulkarnaen Yusuf (PAN), Waginto, Umi Kalsum (PDIP) dan Asmui Lubis (PKS). Sedangkan dari pihak MSDC, hadir antara lain Romson Purba selaku Pelaksana Tugas Kepala Cabang dan Dodi Budiono selaku General Manajer.
“Sebelum selesai semua urusan administrasi oleh MSDC, kami (Komisi A) minta agar stop dulu operasionalnya. Dasarnya karena MSDC tidak bisa menunjukkan surat-surat operasional,” ucap Roby tegas.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban moral kepada masyarakat, papar legislator ini di hadapan perwakilan MSDC, pihaknya siap mundur sebagai Ketua Komisi A DPRD Medan jika paska RDP lanjutan, pihak MSDC tidak menutup sementara operasional perusahaannya.
Mulia Asri Rambe, seorang legislator lainnya menegaskan akan mengusut aliran dana MSDC sejak awal beroperasi tahun 2004 silam.
“Karena dari keterangan pihak MSDC, tidak ada bukti asuransi yang disiapkan kepada setiap pemohon dari biaya pelatihan dan sertifikat yang mereka keluarkan,” ucapnya.
Anggota dewan yang akrab disapa Bayek ini mempertanyakan tentang tujuan atas keberadaan MSDC itu untuk menekan angka kecelakaan, seperti yang pernah disampaikan Kepala Satuan Lalulintas (Kasat Lantas).
“Seharusnya MSDC berani membubuhkan logonya pada SIM yang dikeluarkan Satlantas. Dari situ kita bisa lihat, setiap korban kecelakaan apakah memang lulusan MSDC atau lembaga lainnya. Karena mereka diklaim sebagai satu-satunya di Medan,” tanyanya.
Kalangan dewan menilai perusahaan itu hanya menjual selembar kertas sertifikat yang dilegalkan pemerintah dengan biaya Rp420 ribu kepada setiap calon pemohon surat ijin mengemudi (SIM).
Pihak MSDC yang hanya membawa surat ijin kursus mengemudi yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Kota Medan, tidak bisa berbuat banyak menghadapi cercaan pertanyaan dari para legislator.
Anehnya, ijin tersebut diberikan bukan untuk sebuah sekolah mengemudi tetapi hanya sebuah ijin kursus mengemudi. Ijin kursus yang ditandatangani Kadis Pendidikan Kota Medan, Marustan Siregar itu pun baru dikeluarkan pada tanggal 7 April 2016.
Atas temuan ini, DPRD Medan juga berencana segera memanggil Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan untuk mempertanyakan persoalan tersebut. (ui)