mimbarumum.co.id – Pengadilan Negeri (PN) Medan kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan dan penipuan Rp 5,7 miliar lebih di PT Cinta Raja dengan terdakwa Sri Falmen Siregar di Ruang Cakra IV Siregar, Rabu (25/1/2023).
Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Evi Yanti Panggabean menghadirkan 3 orang saksi. Ketiganya adalah Ismail selaku supir, Endra selaku Office Boy (OB) di PT Cinta Raja dan Zaelani selaku Asisten Bisnis.
Di hadapan Ketua Majelis Hakim Oloan Silalahi, saksi Ismail selaku sopir PT Cinta Raja menerangkan dirinya membawa uang bersama Pratiwi (Manager Keuangan) menggunakan mobil bertemu terdakwa di Ringroad City Walk (RCW).
“Lalu saya memberikan uang tersebut sekitar Rp200 juta untuk diberikan ke sopir terdakwa. Saya tahunya jumlah uang itu dari Pratiwi,” ucapnya.
Selain itu, dirinya juga memberikan uang senilai Rp 500 juta kepada terdakwa di kawasan Komplek Setia Budi. Hanya saja Ismail tidak mengetahui untuk apa uang tersebut.
Saksi lainnya Endra selaku Office Boy mengaku pernah menyerahkan uang senilai Rp300 juta ke Sri Falmen di kos-kosan tempat tinggal terdakwa.
“Saya tidak tahu diberikan untuk apa, tapi saya mendapatkan serah terima dari terdakwa,” terang Endra.
Hal yang sama juga disampaikan saksi Zaelani. Ia mengatakan supplier mengembalikan uang kepada Ningsih yang merupakan asisten Sri Falmen sebesar Rp200 juta.
“Supplier Tandan Buah Segar (TBS) telah mengembalikan uang sebesar Rp200 juta kepada Ningsih asisten terdakwa,” sebutnya.
Sementara terdakwa Sri Falmen membantah keterangan saksi Ismail yang menerima uang di RCW. Hanya saja, uang yang diserahkan di Komplek Tasbi dibenarkan diterimanya. Uang itu, lanjut terdakwa, digunakan untuk pajak perusahaan.
Sehari sebelumnya, Selasa (25/1/2023), pengadilan memeriksa saksi korban Alex Purwanto selaku Direktur di PT Cinta Raja dan saksi Pratiwi Eka. Alex yang tak lain adalah saksi korban atas perkara itu.
Saksi korban Alex Purwanto mengaku bahwa dirinya berkenalan dengan terdakwa SFS pada bulan September 2020. Dirinya mengenal terdakwa dari seorang Vendor Security dan terdakwa mengaku memiliki kemampuan untuk melakukan Legal Audit dan Audit Ketenagakerjaan.
“Lalu terdakwa ujuk-ujuk (mengaku) bisa mengerjakan legal audit dan mengaudit karyawan di PT Cinta Raja di bidang perkebunan Sawit dan PKS,” katanya.
Selain itu, sambung Alex bahwa terdakwa juga mengaku mengenal Dinas Lingkungan dan Disnaker untuk mengurus izin-izin perusahaan, karena perusahaan membutuhkan Audit untuk Tenaga Kerja yang ada di PT Cinta Raja dan ingin menggunakan kemampuan terdakwa untuk kebutuhan di PT Cinta Raja.
“Terdakwa mengaku bisa menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan mengenal instansi dinas Lingkungan dan disnaker. Terdakwa hanya sebatas legal audit yakni pengurusan izin-izin perusahaan dan SOP karyawan,” imbuhnya.
Lantaran korban sudah percaya sama terdakwa, korban pun ada mengeluarkan sejumlah uang untuk beberapa kegiatan. Salah satunya untuk membeli 2 unit truk untuk keperluan perusahaan, terdakwa yang dipercaya menyarikan mobil. Tetapi pembelian mobil tersebut diduga hingga saat ini BPKP dan tanda bukti jual beli tersebut belum diserahkan terdakwa kepada perusahaan. Hanya bentuk fisik mobil saja yang baru diserahkan.
“Sebab, 2 unit truk tersebut tidak mempunyai kelengkapan surat-surat, seperti surat jual-beli dan BPKB. Harga 1 unit Truk yang dibeli sekitar Rp500 juta. Dan saya memerintahkan saksi Pratiwi Eka agar memberikan uang tersebut kepada terdakwa,” sebutnya.
“Tak hanya 2 unit truk, terdakwa juga dipercaya menyalurkan dana kepada masyarakat sekitar perusahaan. Dari hasil Audit jumlah uang yang yang sudah diterima oleh terdakwa sebanyak Rp5,7 miliar,” sambungnya.
Hal itu juga ditegaskan saksi Pratiwi Eka. Ia mengaku bahwa uang pembelian 2 truk di transfer ke rekening nomor terdakwa.
“Saya diperintahkan pak Alex agar memberikan uang kepada terdakwa untuk pembelian 2 truk. Namun, untuk pembelian 2 truk ternyata surat jual beli dan BPKP tidak ada diberikan, padahal uang telah diberikan,” ucap Pratiwi.
Selain itu, sambung saksi Pratiwi, bahwa terdakwa juga meminta uang agar mengirimkan uang sebesar Rp900 juta untuk diserahkan kepada para Kelompok Tani.
“Namun, pihak para kelompok tani mengaku tidak menerima uang tersebut, yang mana uang tersebut untuk penggalangan agar buah sawit masyarakat di jual ke PKS PT Cinta Raja,” tuturnya.
Terdakwa saat dikonfirmasi majelis hakim terkait keterangan saksi, membantah keterangan tersebut. Terdakwa mengatakan bahwa keterangan tersebut tidak benar.
Mengutip surat dakwaan JPU Evi Yanti Panggabean mengatakan perkara bermula pada tahun 2022, saksi korban Alex Purwanto selaku Direktur PT Cinta Raja berkenalan dengan terdakwa SFS.
“Kemudian terdakwa mengatakan kepada saksi korban Alex Purwanto bahwa dirinya berlatar belakang Hukum (Advokat) yang memiliki kemampuan untuk melakukan Legal Audit dan Audit Ketenagakerjaan,” ujar JPU Evi Yanti Panggabean.
Menanggapi ucapan terdakwa, sambung JPU, saksi korban Alex Purwanto merasa membutuhkan Audit untuk Tenaga Kerja yang ada di PT Cinta Raja dan ingin menggunakan kemampuan terdakwa untuk kebutuhan di PT Cinta Raja.
“Selanjutnya, terdakwa sepakat untuk membuat Perjanjian Kerjasama dengan isi dan tujuan dari Perjanjian Kerjasama tersebut bahwa terdakwa akan melakukan Legal Audit dan Audit Ketenagakerjaan, dalam rangka menunjang kinerja dan efektivitas usaha,” urainya.
Lanjut dikatakan JPU, kemudian saksi korban Alex Purwanto memberi kuasa untuk mengerjakan Audit, namun hanya diberi waktu selama paling lama 3Â bulan. Dimana diharapkan dengan adanya kuasa tersebut saksi korban Alex Purwanto berharap agar terdakwa bisa mengerjakan apa yang telah disepakati dalam Perjanjian Kerjasama tersebut.
“Namun selama 3 bulan, saksi korban Alex Purwanto yang menunggu hasil Audit Ketenagakerjaan di PT Cinta Raja tidak ada menerima hasil, lalu saksi korban Alex Purwanto meminta langsung Hasil Audit Pekerjaan tersebut kepada terdakwa,” bilangnya.
Menjawab itu, kata JPU, terdakwa pun mengatakan kepada saksi korban sedang dalam proses, selanjutnya terdakwa kembali menawarkan kemampuannya dengan mengatakan bahwa sambil menunggu proses pelaksanaan audit, terdakwa mempunyai rekanan Instansi terkait yang dapat mempercepat pengurusan ijin perusahaan yang sudah habis masa berlakunya dalam waktu paling lama 3 bulan dapat selesai.
“Mendengar perkataan terdakwa, saksi korban Alex Purwanto merasa tertarik dan percaya sehingga saksi korban Alex Purwanto menghubungi saksi Pratiwi Eka Sari untuk memberikan berkas-berkas perijinan dan memberikan biaya pengurusannya kepada terdakwa,” urainya.
Dikatakan JPU, tak hanya itu, terdakwa kembali meminta kepada saksi korban Alex Purwanto untuk membeli 1 unit mobil Hiline yang mana mobil tersebut akan dipergunakan untuk memuat buah sawit dan digunakan juga untuk patroli, lalu terdakwa meminta lagi uang kepada saksi korban Alex Purwanto untuk diserahkan kepada para Supplier disekitar PKS di Silida.
“Yang mana uang tersebut untuk penggalangan agar buah sawit masyarakat di jual ke PKS PT Cinta Raja dan terdakwa meminta uang kepada saksi korban Alex Purwanto untuk diserahkan kepada para Kelompok Tani di wilayah PKS di Kecamatan Silinda, namun semua perkataan terdakwa tidak sesuai dengan kenyataannya,” beber JPU.
Merasa curiga, saksi korban pun meminta bagian keuangan yakni saksi Pratiwi Eka agar menghitung dan melengkapi bukti-bukti penyerahan uang atau permintaan uang dari terdakwa.
“Dari hasil Audit sementara diperoleh, bahwa jumlah uang yang yang sudah diterima oleh terdakwa sebanyak Rp5.732.650.000 atau lima milyar tujuh ratus tiga puluh dua enam ratus lima puluh ribu rupiah,” katanya lagi.
Mendapat informasi tersebut, saksi korban Alex Purwanto merasa keberatan dan membuat Laporan ke Polrestabes Medan guna diproses lebih lanjut. Bahwa akibat perbuatan terdakwa saksi korban Alex Purwanto mengalami kerugian lebih kurang sebesar Rp.5.732.650.000.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 KUHPidana Subs Pasal 372 KUHPidana Subs Pasal 378 KUHPidana.
Reporter : Jepri Zebua