Dilabeli “Penerima PKH” tapi Tak Terima Bantuan

Berita Terkait

  • Potret Kemiskinan Warga Kota Medan (13)

mimbarumum.co.id – Berpenghasilan kurang dari Rp50 ribu per hari, Babe Siregar, panggilan akrab pria 55 tahun ini, Jukir (juru parkir) di Jalan Karya, Sei Agul, Medan-Barat, Kota Medan, berpanas-panas demi menyelesaikan sekolah anaknya.

Dengan suara berat, Babe bercerita kepada Koran MimbarUmum, Kamis (13/10), keadaan ekonominya semakin hari semakin sulit. Sementara, ia harus berjuang membiayai penyelesaian sekolah anak keempat dan kelima yang sekarang duduk di bangku SMA dan SMK. Sebagai Jukir, ia pun wajib menyetorkan Rp30 ribu, saban hari, ke Dinas Perhubungan.

Babe dan isterinya memiliki lima orang anak. Setiap bulan ia harus membayar Rp500 ribu biaya sekolah anak-anaknya, dibantu isteri yang menjadi Burciling (buruh cuci keliling), dan anak ketiganya –seperti dirinya– menjadi Jukir di lokasi berjarak 2 km dari lokasinya
menjaga parkir.

Sekarang, fokusnya bagaimana bisa menyelesaikan sekolah anak-anaknya. Sebab, walaupun miskin, tapi anak-abak harus tetap bersekolah, agar tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat.

Tetapi bebannya tidak hanya urusan sekolah anak, karena sewa kontrakan rumah dengan dua kamar-nya, pun, harus menyediakan uang Rp5,5 juta per tahun.

Bila ia pikir, dengan penghasilan sebagai Jukir dan Burciling, mustahil mereka bisa bertahan di tengah himpitan harga-harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi.

Babe, pada Agustus lalu mengalami hal sepertinya mustahil tetapi: nyata. Perwakilan Dinas Sosial menemuinya di rumah kontrakannya, tak jauh dari tempatnya menjaga lahan parkir. Permintaannya untuk ikut memperoleh PKH (Program Keluarga Harapan), diproses. Namun ternyata, hingga kini sudah masuk Oktober, bantuan yang dijanjikan tak kunjung datang. Padahal di rumah kontrakannya sudah ditempeli tulisan, bahwa keluarga mereka penerima bantuan PKH.

Ia coba mencari tahu dari pihak Kelurahaan Sei Agul. Tetapi dapat jawaban, bantuan itu tidak ada, serta tidak pula memberikan solusi.
Praktek menjanjikan bantuan, sudah dilabeli penerima bantuan, tetapi faktanya tidak menerima bantuan, dan lagi-lagi pihak pemerintah Kelurahan tak dapat membantu memberikan jalan keluar. Ini membuat Babe sedih bercampur malu. Ia merasa dibohongi dan dipermainkan.
Ia pun menjadi apatis dan tidak peduli lagi terhadap retorika kebijakan-kebijakan pemerintah.

Ia pun berharap –tetapi sampai entah sampai kapan– kesedihannya didengar para pemangku kepentingan untuk mendapatkan jalan keluar. “Semoga cerita saya ini –dan warga yang lain senasib– berdampak baik,” katanya.

Reporter : Deo

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -

Berita Pilihan

Camat Medan Kota dan Lurah Komat III Dituding Jual Jabatan Kepling, Nilainya Rp15-30 Juta

mimbarumum.co.id - Kabar jual beli jabatan kepala lingkungan di Kecamatan Medan Kota mencuat ke permukaan, salah satunya terjadi di...