Psikolog Menyebut Hedonisme dan Teknologi Picu Prostitusi Online

Berita Terkait

- Advertisement -

mimbarumum.co.id – Transaksi prostitusi (pelacuran) berkembang seiiring kemajuan teknologi. Jika dahulu seorang hidung belang saat akan menggunakan jasa pelacur harus datang langsung ke rumah bordil atau lokalisasi, maka pada era kemajuan teknologi berikutnya ia cukup memesan wanita panggilan dengan menggunakan alat komunikasi telepon.

Kini, ketika teknologi komunikasi sudah semakin canggih, tidak hanya pola pemesanannya saja yang menggunakan media internet atau dunia maya, bahkan kini “pasar” untuk menjajakan “dagangan esek-esek” itu tak butuh tempat khusus. Cukup menggelarnya pada situs-situs tertentu di dunia maya.

Kasus terbaru tentang perdagangan seks ini mencuat ketika artis …. terciduk aparat kepolisian. Ini menambah deret panjang artis-artis yang masuk ke dunia hitam itu.Naudzubillah.

“Tidak dipungkiri lagi kecanggihan teknlogi dapat memudahkan mucikari menjajahkan pekerja seks komersial (PSK) kepada penggunanya,” kata Dra. Irna Minauli M.Si.

- Advertisement -

Psikolog Human Sexuality itu menilai kemajuan teknologi lebih memudahkan mucikari melakukan aksi prostitusi secara online.

Namun, katanya hal yang menyebabkan banyak wanita bahkan artis terjebak dalam tindak kejahatan kesusilaan itu karena sikap hedonisme atau gaya hidup berlebihan. Mereka, katanya cenderung memiliki gaya hidup yang melampaui batas kemampuan keuangannya.

“Pada dasarnya kecenderungan Hedonis pemicu prostitusi online artinya mereka cenderung memiliki gaya hidup yang melaumpai kemampuannya,” kata akademisi Universitas Medan Area (UMA), Medan, baru-baru ini.

Dia mencontohkan, jika ada seseorang yang memiliki gaji Rp3 juta perbulan dan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, tetapi ketika ia memiliki gaya hidup hedonis menginginkan mempunyai tas dengan harga Rp5 juta, maka penghasilannya itu tidak cukup.

“Jadi pemicu prostitusi ini bukan lagi masalah ekonomi, tetapi karena gaya hidupnya,” kata Dra. Irna Minauli M.Si.

Menyikapi maraknya kasus prostitusi itu, psikolog itu memandang perlunya masyarakat diberikan psikoedukasi bahwa jangan hanya menyikapi sesuatu itu dari sisi kesenangannya saja tetapi harus memperhatikan faktor buruk yang akan muncul dengan perbuatan itu.

“Dengan adanya psikoedukasi ketika orang diingatkan dengan kasus-kasus HIV/AIDS mungkin bisa menjadi satu proses belajar,” ucapnya lagi.

Dia menuturkan, pada dunia psikologi pola itu disebut sebagai vicarious learning. Artinya, orang belajar dengan melihat apa yang terjadi pada orang lain. Jadi ketika dia melihat teman nya melakukan prostitusi lalu terkena penyakit, maka itu menjadi satu proses untuk dia tidak mengikuti jejak temannya tadi. (yanti)

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Berita Pilihan

GRIB Kota Medan Sediakan Makan Siang Gratis untuk Masyarakat

mimbarumum.co.id - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) GRIB Kota Medan saat ini telah menggerakkan bidang sosial untuk membantu masyarakat dengan...