33 Lembaga Penyiaran Melanggar

Berita Terkait

mimbarumum.co.id – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Sumatera Utara
(Sumut) mencatat selama tahun 2018 ada 33 lembaga penyiaran televisi dan radio yang melakukan pelanggaran atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran atau P3SPS.

“Terhadap ke-33 lembaga penyiaran televisi dan radio yang melanggar P3SPS tersebut, kami telah memberikan sanksi berupa teguran,” kata Ketua KPID Sumut Parulian Tampubolon SSn saat jumpa pers terkait laporan kerja akhir tahun KPID Sumut di Kantor KPID Sumut, Senin.

Disebutkan, dari 33 lembaga penyiaran televisi dan radio yang mendapat sanksi teguran tersebut, dominan melakukan pelanggaran P2SPS terkait isi siaran konten lokal.

Komisioner KPID Sumut bidang Pengawasan Isi Siaran Jaramen Purba mencontohkan adanya televisi yang berulang-ulang menyiarkan orang merokok. Padahal ada aturan melarangnya.

- Advertisement -

“Kemudian ada juga tayangan talkshow, mistik, tayangan kekerasan, dan sebagainya. Bahkan banyak penayangan iklan produk yang terkesan penuh tipu muslihat,” ungkapnya.

Terhadap lembaga-lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran, KPID Sumut tidak serta merta memberikan teguran. Dengan tetap mengedepankan fungsi pembinaan lembaga-lembaga penyiaran tersebut lebih dulu dipanggil untuk diingatkan agar tidak menayangkan lagi siaran yang melanggar.

Jaramen menyebut saat ini KPID Sumut memiliki 21 personel tenaga pendukung yang mengawasi 24 jam secara bergiliran terhadap seluruh isi siaran televisi maupun radio.

“Mereka (21 personel) ini bisa disebut sebagai polisi penyiaran. Dengan sarana yang kita punya, mereka yang memantau dan mengawasi 24 jam. Kalau ada temuan isi siaran yang melanggar, mereka langsung sampaikan laporan kepada kita dan kita tindak lanjuti,” terang
Jaramen.

Terkait hal itu, Parulian Tampubolon berharap 33 lembaga penyiaran televisi dan radio yang mendapat sanksi teguran tersebut tidak lagi melakukan pelanggaran serupa. Dia juga mengajak seluruh lembaga penyiaran televisi dan radio yang ada untuk selalu mematuhi P3PSP.

KPID Sumut diakuinya memang tidak memiliki kewenangan untuk mencabut izin lembaga penyiaran karena itu merupakan ranah Kementerian Kominfo dan Balai Monitor, kecuali hanya sebatas memberikan rekomendasi.

Dalam menjalankan tupoksi, KPI/KPID Sumut hanya mengacu pada UU No 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Sayangnya, kata dia, UU yang lahir dari rahim reformasi tersebut, dalam perjalanannya ditemukan banyak sekali kelemahan-kelemahan.

“Karena itu sejak tiga tahun lalu kami terus mendorong agar undang-undang ini segera direvisi, dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan agar dapat mendorong peran KPI semakin maksimal,” jelasnya.

Di samping itu, KPI dalam menjalankan tupoksi-nya juga mengacu pada Peraturan Kementerian Kominfo dan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Kami ingin mendorong agar media dan lembaga penyiaran juga bisa lebih bersinergi,” ujarnya.

Sementara itu Komisioner Bidang Kelembagaan Drs Muhammad Syahrir memaparkan ada lima kegiatan besar yang dilakukan KPID Sumut sepanjang tahun 2018, diantaranya bersama Bawaslu Sumut membentuk gugus tugas pengawasan terhadap lembaga penyiaran terkait pilkada.

“Kami juga membentuk satgas penertiban lembaga penyiaran ilegal bekerja sama dengan Balai Monitor Medan. Dari monitoring yang kami lakukan, kami menemukan banyak lembaga penyiaran ilegal di sejumlah daerah,” ungkapnya.

Namun, lanjut Syahrir, sejauh ini KPID Sumut dan Balai Monitor masih melakukan upaya pembinaan. Dari pembinaan yang dilakukan, mereka menemukan sejumlah persoalan terkait perizinan.

“Ada lembaga penyiaran yang berkasnya (permohonan perizinannya) sudah masuk tetapi belum diproses, tapi sudah menyelenggarakan penyiaran. Ada juga yang sama sekali tidak ada izinnya, tetapi berani menyelenggarakan penyiaran,” jelas mantan Ketua PWI Sumut itu.

Syahrir menyebut paling tidak ada dua jenis izin yang wajib dimiliki lembaga penyiaran. Pertama, Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kominfo, dan kedua adalah izin penggunaan frekuensi terkait ISM (industrial, scientific, and medical) yang dikeluarkan oleh Balai Monitor.

“Kita ingin mengingatkan kepada seluruh lembaga penyiaran, bahwa frekuensi yang mereka pakai itu adalah milik negara. Mereka (lembaga penyiaran) hanya meminjam, jadi tidak bisa sesuka hatinya digunakan. Ada ketentuan-ketentuan yang harus mereka patuhi,” tegas Syahrir.

Syahri juga mengungkapkan pada tahun 2018, KPID Sumut bekerja sama dengan FISIP USU melakukan survei melakukan survei terkait minat masyarakat terhadap tayangan konten lokal baik siaran televisi maupun radio yang ada di Sumut yang diwakili Kota Medan.

Hasil survei menemukan bahwa penonton TV lokal di Sumut yang diwakili Kota Medan berada di peringkat 12 dari kota besar yang ada di Indonesia. Sedangkan untuk pendengar radio lokal berada di posisi 9 dari 12 kota besar di Indonesia, bahkan jauh di bawah Ambon.

“Hasil survei ini membuktikan sangat rendahnya minat warga Sumut terhadap TV dan radio lokal. Ini dikarenakan siaran lokal televisi kita sering menanyangkan siaran Re-run atau siaran yang ditayangkan berulang-ulang,” ungkapnya.

Hasil survei tersebut juga menemukan sebanyak 28 persen masyarakat Sumut menginginkan siaran komedi, 43 persen menginginkan siaran musik, dan 29 persen menginginkan siaran berita.

Selanjutnya, menutup agenda 2018, KPID Sumut juga telah menyelenggarakan pemberian penghargaan kepada lembaga-lembaga penyiaran yang dinilai memiliki kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

“Kami memberikan KPID Award kepada lembaga-lembaga penyiaran daerah yang benar-benar menjalankan aturan,” katanya dalam jumpa pers yang juga turut dihadiri anggota Bidang Perizinan KPID Sumut, Ramses Simanullang. (04)

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -
spot_img

Berita Pilihan

DPRD Medan Rekomendasikan Utang Pedagang Pasar Kampung Lalang ‘Diputihkan’

mimbarumum.co.id - Puluhan pedagang Pasar Kampung Lalang sontak berteriak gembira karena mereka bisa kembali berjualan setelah 6 bulan tidak...