Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya, dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan (QS Al-Baqarah : 74)
Dalam kelanjutan kisah pembangkangan, kedegilan dari Bani Israil yang diperintahkan untuk menyembelih sapi betina (baqarah) demi menyelesaikan perkara pembunuhan seseorang. Sikap Bani Israil yang serba mencla mencle, tidak bersegera memenuhi perintah, banyak bertanya mengakibatkan mereka susah sendiri.
Mulai dari menganggap perintah Allah sebagai ejekan, kemudian bertanya apa karakteristik sapi itu, warna, keadaannya, dsb menunjukkan sikap Bani Israil yang membangkang dan menzalimi diri sendiri. Apabila mereka bersegera saja mematuhi perintah Allah tanpa bertanya ini itu, niscaya akan mudah. Wahbah az-Zuhaily dalam Tafsir al-Wajiz menerangkan pada akhirnya mereka mendapatkan sapi betina itu dari seorang pemuda yang berbakti pada ibunya dan mereka membelinya dengan harga yang sangat mahal. Mereka pun menyembelihnya dan
nyaris saja tidak melaksanakan perintah itu, karena harga sapi teramat mahal. Seandainya mereka menyembelih jenis sapi apa saja sebelum mengajukan pertanyaan itu kepada Nabi Musa, niscaya hal itu sudah cukup. Tetapi, mereka keras kepala, sehingga Allah mempersulit mereka. Demikian riwayat Abu Hurairah.
Dalam Tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa Bani Israil adalah orang-orang yang keras kepala dan ingkar janji pada Allah. Padahal, mereka menyaksikan secara langsung tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah yang disampaikan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam. Maka dari itu, Allah Swt menyebut mereka sebagai orang-orang yang memiliki hati sekeras batu. Jadi, mereka dianggap sebagai benda mati. Mereka tidak mempunyai kepekaan terhadap teladan yang baik. Derajat mereka turun seperti binatang, bahkan lebih rendah. Padahal batu sendiri pun
mau menuruti kehendak Allah. Hati mereka tidak mempan dengan nasehat dan peringatan.
Bukti-bukti yang telah jelas tidak dapat melunturkan kekerasan hati mereka. Sejumlah mukjizat yang Allah tampakkan melalui Nabi Musa ‘alaihissalam tidak membuat hati mereka tergugah. Sekalipun telah melihat tanda-tanda kebesaran itu, hati mereka bukannya tunduk dan sadar, tetapi justru bertambah ingkar dan zalim. Perilaku mereka hanya menimbulkan kerusakan di muka bumi. Demikian tafsir al-Maraghi.
Qalbu
Membahas tentang Qalb. Secara bahasa al-qalb berasal dari akar kata qalaba yang artinya membelokkan sesuatu ke arah lain. Al-qalb yang ada pada manusia sering berbolak-balik, terkadang senang, terkadang sedih, terkadang setuju, dan terkadang menolak. Kata ini juga dipakai untuk menunjuk kepada kemampuan khusus dalam diri manusia, seperti ruh, ilmu pengetahuan, keberanian dan lain lain.
Jika dirangkum, menurut Yusuf Ali, pengertian hati adalah inti kemanusiaan, tempat fakultas intelegensi, memori, pemahaman, juga tempat afeksi, emosi dan perasaan. Hati adalah pusat kecerdasan khususnya spiritual sehingga hati memiliki fungsi sentral dalam diri. Al-Quran menyatakan bahwa hati berpotensi untuk menjadi negatif. Hati bisa terkunci sehingga keras dan tidak berfungsi sebagaimana juga kata fu’ad dan sadr bisa terganggu dengan bisikan syetan. Ketidakberfungsian hati menyebabkan manusia kehilangan kemampuan berpikir jernih dan bersyukur.
Hati menjadi keras disebabkan pengingkaran disebabkan oleh pengingkaran secara sengaja terhadap kebenaran. Pada mulanya, hati dapat menerima kebenaran, namun karena terdorong nafsu dan kepentingan tertentu, manusia membohongi diri sendiri terhadap kebenaran hingga berbuat dosa. Tindakan ini disebut mengeraskan hati yang pada akhirnya menutupi hati. Nabi saw menggambarkan, “Seorang hamba ketika berbuat dosa, maka pada hatinya akan tertinggal setitik noda hitam, jika ada bertaubat dari dosanya maka hatinya akan dibersihkan dari noda hitam tersebut, namun apabila dia terus menambah dosanya, maka noda hitam tsb semakin bertambah demikian Allah firmankan, “Sekali-kali tidak, bahkan apa yang mereka lakukan tersebut akan menutupi hatinya (surat al-Muthafifin :14).” (HR Timidzi).
Ibnul Qayyim dalam Fawa’id berkata, “Tidaklah seorang hamba mendapatkan hukuman yang lebih berat daripada hati yang keras dan jauh dari Allah.” Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim melakukan upaya-upaya agar hati tidak menjadi keras.
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa hati seorang hamba akan menjadi sehat apabila pemiliknya menempuh tiga tindakan: Pertama, Menjaga kekuatan hati. Kekuatan hati akan terjaga dengan iman dan wirid-wirid. Ada seseorang yang mengadu kepada Hasan al-Bashri, “Aku mengadukan kepadamu tentang kerasnya hatiku.” Maka beliau menasehatinya, “Lembutkanlah ia dengan berdzikir.” Kedua, Melindunginya dari segala gangguan/bahaya. Perkara yang membahayakan itu adalah dosa, kemaksiatan dan segala bentuk penyimpangan. Ketiga, Mengeluarkan zat-zat
perusak yang mengendap di dalam dirinya. Yaitu dengan senantiasa melakukan taubat nasuha dan istighfar untuk menghapuskan dosa-dosa yang telah dilakukannya. Semoga Allah melindungi kita dari hati yang keras. Wallahua’lam.