mimbarumum.co.id – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan agar tidak ada lagi pengusaha yang memberi suap kepada penyelenggara negara.
“Saya ingin mulai hari ini. Tidak ada lagi pengusaha yang memberi suap kepada penyelenggara negara. Mulai hari ini, tidak ada penyelenggara negara yang menerima suap dari pengusaha,” kata Firli, saat acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KPK dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dalam rangka pencegahan korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/11/2021).
Ia mengatakan, pada prinsipnya, negara kuat karena ada penguasa dan juga pengusaha.
“Penguasa dalam hal ini, kami garis bawahi, adalah penyelenggara negara. Tetapi juga, tidak jarang terjadi penyelenggara negara dan pengusaha sama-sama bermasalah. Karena namanya juga pengusaha, dia bekerja dengan target ‘how to achieve the goals?’ bagaimana mencapai tujuan?” kata Firli.
Ia menjelaskan, terkadang untuk mencapai tujuan, para pengusaha melalaikan proses sebagaimana mestinya. Oknum penyelenggara negara pun memanfaatkannya.
“Ketika kita ingin membuka usaha, tentu lah tanggalnya jelas, perencanaan jelas, penghasilan jelas, pelaksanaan jelas, termasuk juga pengawasan jelas. Tetapi dalam pelaksanaannya, terkadang terjadi persoalan. Sebab sudah menetapkan target. Tetapi prosesnya kadang-kadang terganggu. Biasanya pengusaha selalu berupaya, selalu usaha. Karena itu adalah ciri khas dari pengusaha. Terkadang melalaikan dan mengabaikan proses yang benar,” kata Firli.
“Di situ lah para penyelenggara memanfaatkannya. Karena pengusaha butuh penyelenggara negara. Maka ada kontak penyatuan yang kita sebut dengan pertemuan antar pikiran dengan tindakan. Muncul lah yang kita sebut dengan suap,” tambah dia.
Ia menegaskan, jika ingin mewujudkan kegiatan ekonomi yang lancar, efektif, dan efisien maka praktik suap maupun gratifikasi harus hilang.
Sementara itu, Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum dan Pertanahan Keamanan Kadin, Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan, pengusaha sebenarnya menjadi korban dari “susu tante”.
“Bahwa kami ini sebetulnya korban dari “susu tante”. Sumbangan Sukarela Tanpa Tekanan. Judulnya tanpa tekanan, tetapi sesungguhnya penuh ancaman. Biasanya kalau kita kuat kita lawan. Tetapi kadang-kadang, kita tidak kuat ikut goyang juga,” kata Bamsoet.
Bamsoet yang juga Ketua MPR RI itu mengungkapkan, para pengusaha berada dalam posisi yang sulit dengan adanya pungutan dari oknum penyelenggara negara.
“Kadang kita dalam posisi yang sulit. Terutama teman-teman yang memiliki bisnis di daerah. Di kasih ke “garuk”, tidak kasih tidak dapat bisnis kita. Terjadi lah suap, baik yang terang-terangan maupun diam-diam. Kadang-kadang pengusaha ini lebih senang kepala daerah yang terus terang. Yang kita bingung, kalau kepala daerah atau pejabatnya itu ingin sesuatu, tetapi diam, izin tidak keluar-keluar. Ini yang bikin pusing,” tuturnya.
Oleh karena itu, Bamsoet mengatakan, dengan adanya MoU dengan KPK, para pengusaha mempunyai “beking” agar terhindar dari praktik suap.
“Kerja sama hari ini kita berharap pengusaha punya ‘beking’. Jadi, bukan preman saja punya ‘beking’, pengusaha juga butuh “beking”. ‘Beking’ dalam hal ini yang ditakuti kalau penyelenggara negara bupati, wali kota, gubernur itu ingin meminta sesuatu agar izin itu diberikan maka dia harus berpikir ulang,” ujar Bamsoet.
Sumber : Antara