mimbarumum.co.id – Gelombang protes terus berdatangan dari para tokoh Melayu Kota Medan terkait diterbitkannya Keputusan Wali Kota Medan nomor:
025/02.K/VIII/2021 tentang penggunaan busana daerah setiap hari Jumat. Kali ini datang dari tokoh Melayu Labuhan Deli Abdullah.
Melalui pesan What App yang diterima wartawan, Abdullah menyampaikan, bahwasanya Wali Kota Medan Bobby Nasution telah salah memahami sejarah Tanah Deli
maupun Kota Medan.
Menurutnya, saat ini Keputusan Walikota yang dinilai kontroversi tersebut sudah menjadi pembicaraan hangat bagi masyarakat Melayu kelas bawah.
“Keputusan Wali Kota tersebut sangat menyakiti perasaan kami selaku penduduk asli Kota Medan. Saya selaku pendukung bapak Bobby Nasution pada pemilihan Wali
Kota yang lalu, sangat kecewa atas Kepwal ini. Semula harapan kami, bapak Bobby Nasution sebagai pemimpin muda yang gagah dan berwawasan tinggi, akan
membenahi Kota Medan dan mengedepankan penduduk tempata. Tapi sayangnya, dengan Kepwal yang diterbitkan ini, sebagai pendukung sekali lagi saya katakan
sangat kecewa,” ungkap Abdullah.
Lebih lanjut dikatakannya, terkait kehadiran tiga orang yang mengaku utusan dari Istana Maimoon yang dijumpai Wali Kota Medan, Abdullah menyatakan,
bahwasanya mereka tidaklah mewakili masyarakat Melayu.
“Saya dan masyarakat Melayu tidak mengenal ketiga orang tersebut. Entah betul Melayu atau tidak ketiga org tersebut. Sebab, kalau memang benar orang Melayu,
berarti mereka hanya memanfaatkan situasi saja, agar mendapat perhatian dari Wali Kota Medan,” ucap Abdullah.
Ia juga menyayangkan ketiga oknum yang menjumpai Wali Kota Medan dengan mengatasnamakan warga Melayu.
“Saat mereka menjumpai Wali Kota Medan, harusnya mereka memberi masukan dan menyuarakan aspirasi masyarakat Melayu Kota Medan, bukan malah sebaliknya,
malah mendukung Kepwal tersebut. Jadi kami menilai, ketiga oknum yang mengatasnamakan masyarakat Melayu Kota Medan tersebut juga tak faham sejarah,”
ungkap Abdullah.
Ia juga menyatakan, sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri, dari Wali Kota Medan pertama, tidak pernah ada menyatakan kalau penduduk tempatan Kota
Medan terdiri dari 8 suku. Sebab, selain Melayu, suku – suku yang lainnya juga memiliki kampung halamannya masing-masing.
Untuk itu Abdullah meminta, agar Wali Kota Medan membenturkan sesama masyarakat Melayu, serta membenturkan masyarakat Melayu dengan etnis yang lainnya
dengan tetap mempertahankan Kepwal tersebut.
“Jadi kami minta kepada Wali Kota Medan, Bapak Bobby Nasution, untuk segera meninjau dan membahas ulang penerbitan Keputusan Wali Kota ini, dengan
mengundang tokoh-tokoh Melayu, akademisi dan sejarahwan Kota Medan. Kami juga tidak ingin protes dari masyarakat Melayu di kalangan arus bawah nantinya
semakin deras,” Abdullah, mengingatkan.
“Kami masyarakat Melayu akan menempuh cara-cara yang baik untuk mengajukan protes kami kepada pemimpin kami. Tapi bila tak didengarkan, maka kami akan
mendatangi Wali Kota Medan untuk menyuarakan agar didengar,” tutup Abdullah.
Editor : Jafar Sidik