mimbarumum.co.id – Sineas Medan, Djenni Buteto mengungkapkan insan perfilman saat ini menjetir. Apalagi ketika di banyak daerah bioskop masih ditutup lantaran pandemi Covid-19.
Produksi film layar lebar di kurun 2019-2020 yang seyogianya rilis, jadi batal. Atau terpaksa puas jadi film layar kaca alias diputar di bioskop daring. Tentu saja berpengaruh pada tingkat pendapatan. Karena biaya produksi film panjang cukup besar.
“Kami memproduksi film A Thousand Midnights in Kesawan secara indie sejak akhir 2019. Sempat vakum karena pandemi. Dan baru mulai lagi awal tahun 2021. Belum ada sponsor yang support kami. Namun karena ini karya kolaborasi, kami tetap berjuang. Berusaha menyelesaikannya. Walau dengan speed yang amat lambat,” ujar sutradara A Thousand Midnights in Kesawan ini, Selasa (9/3/2021).
Sineas Medan Tetap Harus Berjuang
Djenni mengatakan sineas Medan tetap harus berjuang karena kreativitas itu tidak semestinya terhalang keterbatasan-keterbatasan yang ada. Bahkan sebelum pandemi, sineas di luar Jakarta, harus bekerja ekstra untuk bisa menghasilkan karya film. Sebagai pembuat film, Djenni menganggap karya adalah sebuah investasi dalam hidup. Baginya pelajaran berharga hadir dari pengalaman.
Film panjang yang ia besut bersama Hendry Norman ini misalnya, berangkat dari kecintaan terhadap Kota Medan yang memiliki pesona heritage, Paris van Sumatera. Oleh sebab itu, ia sangat bersemangat mengangkat tentang Kesawan sebagai setting lokasi ceritanya. Djenni berharap film ini bisa digemari penikmat film baik di Medan maupun di luar Medan. Dengan membawa genre drama, horor, romcom.
Djenni berharap dukungan dari semua pihak datang bagi semua pekarya di Medan. Khususnya pegiat film. Karena tanpa dukungan masyarakat, sulit sekali bisa berkarya dengan maskimal.
Menurut Djenni, film tidak hanya representasi budaya, indikator keberhasilan investasi sebuah negara, tetapi adalah bentuk bakti para pegiat film untuk negeri. Sebab film bisa menjadi etalase sebuah negara di mata dunia.
Dan ini sangat berdampak positif pada banyak bidang dalam perekonomian Korea Selatan, dan tentu saja prestise dalam hal perfilman. Hal ini sudah pasti menjadi tantangan bagi sineas di negara Asia lainnya, termasuk Indonesia.
“Cita-cita sineas itu salah satunya adalah filmnya bisa menang di festival film bergengsi. Namun yang terutama adalah filmnya bisa diterima masyarakat luas. Begitu juga film A Thousand Midnights in Kesawan ini. Film berdurasi 85 menit tersebut saat ini sedang dalam proses post production dan direncanakan akan rilis pertengahan tahun ini,” tandasnya.
Editor : Siti Murni