mimbarumum.co.id – Milenials calon investor diharap sebaiknya tidak serta merta terpengaruh membeli saham atas dasar ikut- ikutan portfolio yang dimiliki para selebritas. Karena berinvestasi tidak terlepas dari risiko yang harus dicermati.
“Apapun jenis produk investasinya, tidak ada investasi yang tanpa risiko. Semakin tinggi potensi keuntungan, semakin tinggi pula risiko investasi yang mengikuti,” ucap Kepala Kantor Perwakilan BEI Sumut, M Pintor Nasution, Senin (22/2/2021).
Ia menjelaskan, hasil amatan tim BEI risiko investasi saham dapat termasuk dalam katagori tinggi. “Secara garis besar, beberapa risiko dalam berinvestasi saham dapat dijelaskan dalam tiga jenis risiko,” terangnya.
Kerugian Dihitung dari Selisih
Pertama, risiko capital loss, yakni kerugian dari hasil jual/beli saham yang dihitung dari selisih. Antara nilai jual yang lebih rendah daripada nilai beli saham. Misalnya, seorang investor membeli saham PT ABC di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui sistem perdagangan online di salah satu perusahaan sekuritas. Saham PT ABC dibeli pada harga Rp1.000,- per lembar saham. Dengan minimal pembelian saham sebanyak 1 lot yaitu 100 lembar saham, jika investor membeli 10 lot saham, maka modal investasi menjadi sebesar Rp 1 juta.
Kemudian, apabila dalam satu tahun kedepan harga saham mengalami penurunan harga menjadi Rp900,- per lembar, dengan demikian investor mengalami capital loss atau kerugian sebesar 10%, atau total modalnya berkurang dari Rp 1 juta menjadi Rp 900 ribu.
“Sebaliknya, apabila harga saham mengalami kenaikan menjadi Rp 1.100,- per lembar saham, dengan demikian investor mengalami capital gain, atau keuntungan dari modal yang diinvestasikan,” jelas dia.
Makanya, apabila ada seorang influencer menyebutkan saham yang dibeli harganya naik dan menguntungkan, sebaiknya investor tidak terburu-buru ikut membeli saham. Paling tidak cari tahu dulu bagaimana kinerja perusahaan itu di masa depan. Apakah secara fundamental potensi peningkatan harganya wajar. Atau sebaliknya akan ada risiko penurunan harga secara mendadak.
“Tidak hanya itu, perlu diwaspadai fluktuasi harga saham yang hanya dipengaruhi semata-mata karena faktor permintaan dan penjualan di pasar saham,” tuturnya.
Dividen Bisa Tidak Dibagikan
Kedua, risiko Opportunity Loss, yakni kerugian berupa selisih suku bunga deposito dikurangi total hasil yang diperoleh dari investasi. Seandainya terjadi penurunan harga dan tidak dibaginya dividen.
Dividen merupakan laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham setiap tahun, sesuai porsi kepemilikan masing-masing. Meskipun mencatatkan laba, perusahaan tidak wajib membayar dividen kepada pemegang saham. Keputusan ada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang menentukan penggunaan laba perusahaan.
“Bisa saja laba usaha tidak dibagikan kepada pemegang saham, tetapi digunakan untuk membiayai ekspansi usaha,” ucap Pintor.
Jangan Sampai Perusahaan Dilikuidasi
Ketiga, kerugian jika perusahaan dilikuidasi. Likuidasi artinya perusahaan dibubarkan atau ditutup. Jika terjadi likuidasi, aset perusahaan akan dijual dan hasilnya dibagikan untuk membayar utang perusahaan. Baru yang tersisa dibagi kepada pemegang saham. Demikian, jika nilai likuidasi yang dibagikan lebih rendah dari harga beli saham, maka pemegang saham akan mengalami kerugian.
“Selain ketiga faktor di atas, dalam membeli saham, investor harus mencermati risiko-risiko yang berkaitan dengan sektor usaha perusahaan yang sahamnya hendak dibeli. Misalnya, saham perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata, saat pandemi Covid-19 cenderung tertekan dan mengalami risiko penurunan harga, sejalan dengan kondisi perusahaan di sektor tersebut yang sedang kurang baik kinerjanya,” tukasnya.
Reporter : Siti Murni
Editor : Siti Murni