mimbarumum.co.id – Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumut menahan dua tersangka korupsi pengerjaan bandara di Kabupaten Nias Selatan.
Ditahannya kedua tersangka yakni, AH selaku Direktur 2 PT Mitra Agung Indonesia sebagai rekanan proyek dan Direktur PT Harawana, DCN bertindak sebagai konsultan proyek.
“Dari hasil pemeriksaan fisik tersebut dilakukan perhitungan kerugian keuangan negara oleh auditor dari Kantor Akuntan Publik Pupung Heru. Setelah dihitung bahwa kerugian negara dalam kegiatan itu sebesar Rp 14,7 miliar,” kata Kasi Penkum Kejati Sumut Sumanggar Siagian kepada wartawan, Selasa (8/10/2019).
Baca Juga : Korupsi Dana HUT Kabupaten Paluta Dua Pejabat Diadili
Mantan Kasi Pidum Kejari Binjai, Sumanggar menjelaskan, dalam kasus ini penyidik menemukan penyimpangan dalam penggunaan uang negara.
Dimana pada saat itu, Unit Penyelenggara Bandara Udara di Kabupaten Nias Selatan diadakan kegiatan pekerjaan peningkatan PCN (Pavement Classification Number) Runway, Taxiway, Apron dengan AC-Hotmix termasuk marking volume 45.608 meter persegi yang semula pagu anggarannya adalah sebesar Rp 27 miliar yang bersumber dari APBN Kemenhub RI.
“Keduanya ditetapkan penyidik sebagai tersangka 16 Juli 2019. Hari ini keduanya diperiksa sebagai tersangka dan penyidik berkesimpulan untuk melakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Tanjung Gusta Medan,” ujarnya.
Sumanggar mengungkapkan, melalui tahapan proses pelelangan, Pokja ULP menetapkan pemenang lelang yaitu PT Mitra Agung Indonesia dengan AH selaku Direktur II.
Penandatanganan kontrak dilaksanakan 9 Feb 2016 oleh PPK dengan nilai kontrak Rp 26.900.900.000. Untuk pengawasan pekerjaan dilakukan oleh PT Harawana Consultant dengan Direktur DCN.
Selanjutnya, pembayaran telah dilakukan hingga termin IV mencapai 80 persen senilai Rp 19.847.973.127,27 namun kelengkapan dokumen setiap termun tidak dilengkapi pada waktu pengajuan pencairan dana termun I sampai termun IV. Sementara kemajuan hasil pekerjaan hanya mencapai 43,80 persen.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim ahli Teknik Sipil dari Fakultas Teknik Universitas Bengkulu ditemukan bahwa volume pekerjaan yang terpasang hanya 20 persen dan tidak sesuai dengan yang dilaporkan PT Harawana Consultant.
“Pasti ada tersangka lain, nanti waktunya akan kita umumkan,” tutupnya. (jep)