Samosir, (Mimbar) – Selain danau Danau Toba sudah memang sudah terkenal, Samosir ternyata juga punya desa wisata yang berumur ratusan tahun yang sering dikunjungi turis Jerman.
Para traveler yang sedang ke Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara, mampirlah ke Desa Wisata Meat yang berada di salah satu teluk Danau Toba, yang ditetapkan sebagai desa wisata pada tanggal 11 Februari 2017. Mata pencaharian para penduduk Desa Meat adalah bertani, beternak, nelayan dan menenun ulos.
Dua akses menuju ke desa ini, pertama melalui jalan beraspal, satu-satunya akses jalan darat dari Balige, Ibu Kota Kabupaten Tobasa. Jaraknya sekitar 10 km dari Balige, dengan waktu tempuh 30 menit.Sering terjadi longsor di beberapa titik sehingga jalan yang berada di punggung Bukit Barisan ini benar-benar tidak dapat dilalui, dimana ketika berkunjung ke Desa Meat. Beruntung karena batu-batu besar sisa longsor baru saja disingkirkan, walau Jalur darat memang lebih beresiko, tetapi pemandangan sepanjang perjalanan sangat indah.
Akses kedua, melalui jalur danau, bisa menyewa perahu dari beberapa dermaga yang ada di Balige menuju dermaga Desa Meat,
dengan waktu tempuh 30 menit. Jika ingin lebih aman tanpa berspekulasi, jalur danau bisa menjadi pilihan utama.
Yang spesial dari desa ini, selain padang sawah yang berundak-undak seperti di Bali, keberadaan beberapa buah Rumah Adat Batak sangat menarik perhatian. Dimana pada salah satu rumah, selain terdapat Gorga Batak Toba atau ukiran khas Batak yang biasa terdapat pada dinding rumah, alat kesenian dan lain-lain, juga nampak lukisan orang-orang dengan pakaian seperti seragam Vereenigde
Oostindische Compagnie (VOC) zaman kolonial Belanda. Inilah lukisan yang membuat rumah ini unik karena berbeda dari Rumah Adat Batak pada umumnya.
Kemudian berjumpa dengan beberapa warga desa yang menjelaskan kalau rumah tersebut adalah milik Radja Padua Mangaradja Israel, seorang raja Desa Meat pada zaman dahulu. Dimana nama raja tersebut pun terukir jelas di dinding depan rumahnya dan di atas nama raja juga terdapat tulisan ‘ari…april 1915’.
Salah seorang warga yang enak dan mau diajak bercerita adalah Opung Rima, pria paruh baya yang menghuni rumah tersebut. Ia lalu bercerita bahwa Tahun 1915 adalah waktu pembuatan ukiran di dinding rumah, sedangkan rumahnya sendiri dibangun sebelum itu. Butuh waktu lama untuk menyelesaikannya. Apabila diperhatikan, tidak ada satu pun paku yang menyatukan dinding rumah ini. Semua kayu dirakit saling mengait dan butuh waktu lama untuk merakitnya, bisa berpuluh tahun.
Selain itu, Opung Rima juga menjelaskan arti lukisan yang terdapat pada dinding rumah, “Lukisan itu menceritakan tentang perang dan perlawanan masyarakat Toba, perang terjadi sepuluh tahun sebelum lukisan dibuat” paparnya.
Usia rumah itu sendiri diperkirakan hampir 200 tahun, sedangkan usia Desa Meat sendiri lebih dari 300 tahun, Opung Rima adalah generasi ke-13 penduduk asli yang menghuni desa ini.
Dengan lancar Opung Rima juga menyebutkan generasi-generasi yang ada di atasnya, ditambahkan bahwa wisatawan asal Jerman sering datang dan menginap di Desa Meat. Mengasikkan bila sekali pergi ke Desa Wisata Meat, selain bisa menikmati keindahan Danau Toba dari sisi yang berbeda, juga bisa mengobrol dengan warganya yang ramah tentang rumah adat yang ada di sana.(Polim)