mimbarumum.co.id – Sejumlah faksi di DPRD Sumut dikabarkan menolak Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) Anggran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut tahun anggaran 2018.
Gubsu Edy Rahmayadi diminta segera memberikan klarifikasi dan data akurat yang disoroti dan dipermasalahkan dewan. Informasi diperoleh wartawan sikap fraksi-fraksi di DPRD Sumut terbelah saat sidang paripurna penyampaian pendapat terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD TA 2018 akhir Juni kemarin.
Misalnya, fraksi PDIP menyampaikan penolakannya terkait Ranperda tentang LPJP Gubsu TA 2018 beberapa waktu yang lalu sedangkan Fraksi PKS, meski tidak melakukan penolakan, namun partai pengusung pasangan ERAMAS (Edy Rahmayadi-Musa Rajeckshah), pada Pilgubsu lalu, memilih tidak menyampaikan pendapatnya.
Anggota Fraksi PDIP DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan mengaku fraksinya tegas menolak LPJP APBD 2018, disebabkan buruknya tata kelola pemerintahan Sumut 2018. Fraksi PDIP menilai Pemprov Sumut saat ini belum mandiri dalam aspek kedaulatan ekonomi dan inovatif dalam mencari sumber-sumber penopang ekonomi, karena pendapatan daerah lebih dominan bersumber dari pendapatan transfer.
“Selain itu, pembahasan APBD 2018 tidak jadi dibahas akibat gubernur tidak menyetujui kesepakatan TAPD dan banggar,” katanya.
Sutrisno juga membeberkan fraksinya menemukan berbagai kegiatan yang tidak sesuai dengan perencanaan. Termasuk pembayaran utang di 2017 yang dibayarkan berdasarkan Pergub, tentu itu tidak sesuai dengan ketentuan APBD.
Fraksi PDIP juga mengaku kecewa terhadap kepemimpinan Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah, tidak mampu maksimal meningkatkan PAD untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan belanja operasi.
“Buruknya tata kelola pemerintah provinsi ini sangat ditentukan oleh sikap gubernur yang lebih suka membangun citra daripada penataan organisasi pemerintahan provinsi,” tegas wakil rakyat asal Tabagsel ini.
Oleh karena itu, jelas Sutrisno, patut menjadi tugas bersama bagaimana melakukan inovasi dalam mencari sumber-sumber pendapatan yang tidak bertentangan dengan undang-undang.
Terpisah, Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Sumut, Muhri Fauzi Hafiz juga mengakui adanya sejumlah faksi menolak LPJP tersebut.
“Itu hak mereka yang dilindungi oleh undang-undang. Kalau Fraksi PDIP dan Fraksi PKS akan bersikap seperti itu, tentunya punya sejumlah alasan juga,” ujar Muhri Fauzi.
Muhri Fauzi menambahkan, penolakan sah-sah saja apabila terdapat perbedaan nyata, antara rencana dengan realisasi APBD. Apalagi, perbedaan-perbedaan tersebut tiidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan tolok ukur RPJMD dan RKPD.
“Apabila pertanggungjawaban ditolak, maka Kepala Daerah harus melengkapi dan menyempurnakan dalam waktu paling lambat 30 hari. Jika hal itu tidak dilakukan maja DPRD dapat menggunakan hak-haknya untuk bertanya yang biasa dikenal Interpelasi dan seterusnya,” terang Fauzi.
Sebab, kata Fauzi pengesahan Ranperda tentang LPJP Gubernur Sumatera Utara tahun anggaran 2018 itu penting, karena, melalui payung Perda tersebut nantinya Gubernur bisa menggunakan sisa anggaran sebesar kurang lebih Rp981 miliar.
Nah, jika dalam pendapat akhir Fraksi beberapa waktu lalu terjadi perbedaan ada yang setuju, ada yang menolak dan ada yang tidak berpendapat, maka, hal ini bisa memberikan kesan ada yang salah dengan kondisi APBD tahun anggaran 2018. (mal)