mimbarumum.co.id – Peristiwa nyentrik dan unik, di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Senin siang, 28 April 2025. Para penyair, sastrawan, siswa, dan pecinta sastra menggelar upacara puisi untuk memperingati Hari Puisi Nasional.
Upacara ini menjadi pembuka rangkaian acara puncak Hari Puisi Nasional yang digelar Komunitas Hari Puisi Nasional (Harsinas) Indonesia. Bukan upacara biasa: ini pertunjukan puisi, melibatkan lintas komunitas sastra Jabodetabek, disutradarai langsung oleh Fikar W. Eda, penyair sekaligus salah seorang penggagas Hari Puisi Nasional.
“Ini upacara dalam bentuk pertunjukan. Kami ingin menghadirkan suasana khidmat, tapi tetap berjiwa seni,” kata Fikar.
Sejumlah nama tampil dalam upacara ini. Imam Ma’arif dari Dewan Kesenian Jakarta memimpin jalannya upacara, Remmy Novaris DM sebagai pembina upacara, Berryl Ivana sebagai pembawa dan pengibar bendera, serta partisipasi komunitas sastra lainnya. Protokol Elisa Hutajulu. Uniknya pembacaan Doa dilakukan oleh Davis Sanggar Matahari.
Komandan Upacara Imam Ma’arif membacakan puisi “Aku” dan Pembina Upacara Remmy Novaris DM membacakan “Siap Sedia” saat memberikan amanat.
Saat pengibaran bendera hari puisi, diiringi dengan musikalisasi puisi “Derai Derai Cemara. ”
Dalam kesempatan itu, Fikar membacakan Surat Kepercayaan Gelanggang — manifesto budaya yang lahir pasca-kemerdekaan, digagas oleh Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin, dan kawan-kawan dari Angkatan ’45. “Surat ini menegaskan semangat bahwa kebudayaan Indonesia lahir dari keberanian bertemu dengan dunia,” ujar Fikar.
Surat Kepercayaan Gelanggang pertama kali terbit di majalah Siasat pada 23 Oktober 1950, sebagai suara bebas seniman muda Indonesia, menolak sekat-sekat sempit dalam dunia kebudayaan.
Usai upacara, acara berlanjut dengan diskusi bertajuk “Si Binatang Jalang”. Fikar W. Eda, Remmy Novaris DM, Mustafa Ismail, dan Kunni Masrohanti tampil sebagai pembicara, dengan Ratna Ayu Budhiarti memandu diskusi. Mereka mengupas tuntas inspirasi dan pemberontakan estetik Chairil Anwar — penyair legendaris yang menjadi roh Hari Puisi Nasional.
Koordinator panitia, Devie Matahari, menjelaskan bahwa Hari Puisi Nasional 2025 mengambil momentum dari hari wafat Chairil Anwar, 28 April. “Kami ingin menghidupkan terus semangat Chairil. Kami berkeliling ke komunitas dan kampus, membaca puisi, diskusi, kuliah umum. Ini upaya menjaga api sastra Indonesia tetap menyala,” katanya.
Tidak hanya di TIM, pekan sastra ini juga diisi berbagai kegiatan. Dimulai dari A Night for Chairil Anwar di Bersuaka, BSD, Tangerang Selatan, pada 12 April lalu. Ada kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Prof.Dr Hamka, semaan puisi di Depok, serta kegiatan sastra di Bogor, Atelir Ceremai, sampai Tanah Gayo Aceh Tengah.
Satu lagi kabar gembira: panitia Hari Puisi juga menerbitkan buku “Si Binatang Jalang”, berisi puisi-puisi para penyair yang menafsirkan Chairil Anwar dalam perspektif baru. Buku ini akan diluncurkan bersamaan dengan puncak perayaan di TIM.
Remmy Novaris DM menambahkan, “Buku ini adalah bentuk cinta kami pada Chairil dan upaya memperpanjang napas puisi Indonesia.
• Suyadi San