Sabtu, April 20, 2024

Ini Pandangan Guru Besar USU Soal Isu Gubernur Edy akan Mundur

Baca Juga

mimbarumum.co.id – Seorang guru besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) menyikapi polemik terkait pernyataan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi pada saat berpidato pada peringatan hari pers nasional (HPN) tingkat provinsi di Aula Gedung PWI Sumut, Medan.

Saat itu, Gubsu selain melontarkan berbagai persoalan mulai dari masalah sampah
hingga profesionalisme wartawan juga menyinggung tentang pengunduran dirinya jika
orang-orang yang dipimpinnya tidak berkenan lagi dipimpin.

Wacana itu pun mendadak “menghiasai” halaman depan sejumlah surat kabar di Medan
sehingga memantik berbagai pihak turut memberikan komentar tentang isu tersebut.

Prof. Dr. OK. Saidin SH., MHum. (Mimbar/Ist)

“Tidak bisa ditafsirkan secara letterlijk (gramatikal). Pernyataan itu sebenarnya adalah metafora atau sindiran halus terhadap pemimpin yang tidak mendapat dukungan rakyat,” kata Prof. Dr. OK. Saidin SH., MHum, Jum’at (3/5/19) lalu.

Guru besar Sosiologi Hukum itu mengatakan pernyataan Gubernur Edy Rahmayadi itu sebagai gaya bahasa pemimpin yang arif. Ia menyebut, ada nilai rasa bahasa yang tersembunyi di dalamnya.

“Edy Rahmayadi menggunakan metafora atau sindiran itu karena dia dibesarkan dalam
tradisi Melayu yang kaya metafora,” ucap Siddin yang mengaku saat itu ia juga mendengarkan langsung pernyataan Gubsu karena dirinya juga turut hadir dalam
peringan HPN tersebut.

Guru besar itu juga merujuk kepada kitab suci umat Islam, Alquran, yang kaya metafora dan sindiran kepada orang-orang yang tidak mau berpikir. Karena itulah, penyebutan empat bulan ke depan, tidak bisa ditafsirkan secara hitam-putih.

“Angka itu untuk menyebutkan waktu yang singkat agar rakyat dapat merasakan kepemimpinannya. Apalagi, Pak Edy bertekad untuk menjadi pemimpin yang adil di Sumut. Inti pidato Pak Edy, kalau sudah diberi kepercayaan, rakyat harus mendukung,” tegasnya.

Selain itu, kata Saidin, pernyataannya itu menggambarkan demokrasi yang ideal. Kalau pemimpin sudah terpilih secara demokratis, semua harus mengikuti pemimpin. Oposan tidak boleh berlanjut pasca-terpilihnya pemimpin.

“Sama seperti kita memilih imam salat. Kalau sudah dipilih, makmum harus ikut,” ujarnya.

Tafsir a-contrario

Wakil Dekan I FH USU ini menjelaskan, penyebutan jangka waktu tertentu oleh Gubsu itu, juga harus dilihat berdasarkan penafsiran a-contrario yang dikenal dalam ilmu hukum. Dalam penafsiran ini, jelas bahwa Edy Rahmayadi sudah terpilih memimpin Sumut untuk lima tahun ke depan.

Tidak mungkin mundur atau dimundurkan hanya dengan ungkapan dalam pidato. Berdasarkan penafsiran a-contrario, jangka waktu empat bulan yang disebutkan Edy
Rahmayadi bukan ditujukan kepada dirinya sendiri, tapi pada orang lain yang dipimpinnya. Ini yang tidak dipahami banyak orang.

“Menurut tafsir a-contrario, yang dimaksudkannya adalah dalam empat bulan ke depan
jika ada orang yang di bawah kepemimpinanya tidak mau dipimpin, silakan mengundurkan diri. Sifatnya adalah mengimbau (regelen), mengingatkan dan bukan memaksa,” terangnya.

Dalam penilaiannya, pernyataan Gubsu itu disampaikan dalam konteks kepemimpinan
yang baik. Rakyat yang dipimpin harus patuh kepada pemimpinnya. Kegagalan dalam
menjalankan program atau strategi, antara lain, adalah karena yang dipimpin tidak
menjalankan strategi atau tidak patuh.

“Itu (strategi kepemimpinan, red) adalah ilmu dan keahlian Pak Edy sebagai mantan
Pangkostrad,” ujarnya.

Di sisi lain, Saidin mengakui, sebagai pemimpin tidak bisa membuat semua orang senang. Untuk itu, dibutuhkan kearifan dan kesabaran. Edy Rahmayadi diyakininya sudah sampai ke tahap itu karena merupakan sosok religius.

“Kalau gaya kepemimpinan militernya terbawa, itu dapat kita maklumi. Tapi, bukan berarti dia tidak bisa kompromi dan kaku. Pak Edy orang yang tegas dalam prinsip,” sebutnya.

Menurutnya, intinya ialah Gubsu memerlukan dukungan dari rakyat. Gubernur ingin mengajak seluruh masyarakat Sumut saling membahu membangun provinsi ini. Kritik atau teguran tetap bisa dilakukan, tapi disampaikan secara bijak dengan berdasarkan etika dan norma.

“Hari ini Pak Edy adalah pemimpin rakyat Sumut, baik yang pro maupun kontra. Pemimpin bagi mereka yang kalah dan menang. Pemimpin yang kaya dan papa. Pemimpin bagi orang yang mendapat kesempatan atau mereka yang tertindas di Sumut,” tegasnya. (rel/rin)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Bangunan Ruko Mewah Tanpa PBG di Kelurahan Pulo Brayan Darat II, Alex Sinulingga : Sudah Diberi SP 1

mimbarumum.co.id - Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (PKPCKTR) Kota Medan menyoroti bangunan rumah toko...

Baca Artikel lainya